Jakarta - Perizinan pendirian pabrik, penggunaan dan impor bahan peledak ditangani secara interdep yang dilakukan sejumlah instansi pemerintah. Sehingga pembuatan, pengawasan dan penggunaannya saat ketat dilakukan pemerintah.
"Begini, untuk izin pendirian pabrik bahan peledak komersial, izin impor dan penggunaan bahan peledak komersial itu dilakukan oleh sembilan departemen, termasuk TNI dan Polri," kata kepala Biro Humas Departemen Pertahanan Brigjen TNI Edi Butar-butar kepada detikcom, Senin (13/8/2007).
Menurut Edi, anggota tim interdep ini berasal dari Departemen Pertahanan, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Departemen Keuangan, Departemen ESDM, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Mabes TNI dan Mabes Polri.
"Karena ini tim interdep, maka pembuatan, penggunaan dan pembelian secara impor dilakukan secara pengawasaannya," jelasnya. Walau semua departemen ini bekerja secara interdep, tapi setiap instansi memang memiliki tataran kewenangan masing-masing. Contohnya, Dephan hanya memberikan izin mengabulkan atau menolak pendirian pabrik, kuota produksi, kuota impor dan penggunaan bahan peledak untuk tabung pemadam kebakaran.
"Polri, Deperindag juga punya tugas yang sama dalam soal perizinan. Makanya ini dilakukan secara terkoordinasi. Kalau di Dephan timnya dari Ditjen Industri Teknologi Dirjen Sarana Pertahanan," ungkap Edi.
Selama ini, lanjut Edi, dari catatan Dephan ada sekitar lima perusahaan di dalam negeri yang diberi izin memproduksi bahan peledak komersial, termasuk untuk kepentingan militer. Di antaranya PT Pindad, PT Dahana, PT Armindo Prima, PT Tridaya Esta dan PT Multi Nitrotama Kimia (MNK).
"Kelima perusahaan ini sudah mendapat izin sejak tahun 1988 sampai tahun 2000-an, kebanyak untuk bahan peledak komersial, termasuk untuk keperluan militer. Tapi ini sangat ketat pengawasan keluar masuknya," ujar Edi lagi.
Diakui Edi memang ada sejumlah perusahaan lain yang memproduksi bahan peledak komersial, tapi itu pun izinnya untuk keperluan perusahaannya sendiri. Contohnya PT Pupuk Kaltim, PT Trifita Perkasa, PT Inti Cellulosa Utama Indonesia dan PT Asa Karya.
Menanggapi peristiwa ledakan bom di Pasuruan, menurut Edi, belum tentu bahan peladak yang digunakan berasal dari perusahaan yang disebutkannya di atas. Sebab, semua keperluan penggunaan, pembelian dan pengawasannya dilakukan oleh interdep, khususnya harus seizin dari Mabes Polri.
"Rakyat kita kan sekarang sudah pintar, bahan peledak dan pembuatan bom sudah bisa dibuat sendiri melalui berbagai literatur, termasuk internet. Di Pasuruan belum tentu dari perusahaan itu, bom ikan itu bisa dipelajari masyarakat. Kalau dari perusahaan pengawasan dan kontrolnya sangat ketat," imbuh Edi.
Sumber: Detik.com